LATAR
BELAKANG
Sistem
Multilevel Marketing (MLM) nampaknya sudah bukan sesuatu yang dianggap tabu
oleh masyarakat. MLM adalah salah satu cara pemasaran untuk menjual barang atau
sesuatu secara langsung, yang metode
pemasarannya adalah mata rantai Up Line-Down Line dan sistem bisnisnya adalah dengan
cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan
anggota dari perusahaan. Konsumen
yang dimaksud disini bukan hanya konsumen pasif, tetapi juga sebagai pemasar
dari produk perusahaan MLM tersebut. Dan sistem MLM ini
bukan hanya untuk barang yang berwujud saja, namun haji dan umroh juga bisa
menggunakan sistem tersebut.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP MLM
Bisnis
dalam syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalat yang hukum
asalnya adalah boleh berdasarkan kaedah Fiqh,”Al-Ashlu fil muamalah
al-ibahah hatta yadullad dalilu ‘ala tahrimiha (Pada dasarnya segala
hukum dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil/prinsip yang melarangnya).
Berikut prinsip-prinsip menurut Islam tentang pengembangan sistem bisnis, diantaranya:
a. Harus
terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan zhulm
(merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak).
b. Sistem
pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak hanya menguntungkan orang
yang di atas.
c. Bisnis
juga harus terbebas dari unsur maghrib,
singkatan dari lima unsur: Maysir (judi), Aniaya (zhulm), Gharar (penipuan),
Haram, Riba (bunga), Iktinaz atau Ihtikar dan Bathil.
Seseorang
yang ingin mengembangkan bisnis MLM, haruslah terbebas dari unsur-unsur di
atas. Jadi, barang atau jasa yang dibisniskan serta tata cara penjualannya
harus halal. MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat
(levelisasi) sebenarnya mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan
nilai-nilai Islam dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Metode
semacam ini pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada
awal-awal Islam yang membuat Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.
[1] Bisnis
sistem MLM tidak hanya penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level
seorang anggota. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara antara
produsen dan konsumen. Dalam istilah fikih Islam disebut Samsarah/Simsar. [2]
PENGGUNAAN SISTEM MLM DALAM DANA
HAJI
Bisnis
sistem MLM tidak hanya penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level
seorang anggota. Sering kali Biro Haji/Umrah MLM memanfaatkan
haji dan umrah sebagai reward bila memenuhi syarat yang ditentukan oleh Biro
Haji/ Umrah MLM tersebut atau menggunakan cara berantai atau arisan. Namun
kenyataannya, lebih banyak anggota tersebut kecewa dengan Biro Haji / Umrah MLM
yang bersangkutan karena tidak sesuai harapan yang dijanjikan.
Biro
Haji/ Umrah MLM cenderung memperbanyak downline/member agar bisa jadi tempat
mencari nafkah. Jadi 1 MLM itu bisa merekrut ratusan ribu hingga jutaan member. Permasalahan utamanya adalah mampukah
mereka mengatur jutaan member berumrah/berhaji, sebab biro haji ternama saja paling cepat
cuma mampu mengelola 1000 jemaah untuk setiap keberangkatan. Lebih dari itu,
jema’ah bisa terlantar karena pengelola kekurangan tenaga ahli yang
berpengalaman untuk membimbing jema’ah. Jika nanti mudharat / menelantarkan jemaah, itu sudah tidak
benar. Harry Sufehmi di milis Isnet pernah menulis bagaimana satu Biro Haji
besar dan terkenal mungkin karena jema’ahnya terlalu banyak, akhirnya tidak
mampu mengurus mereka (akomodasi, transportasi, dsb). Sulit sekali mengatur
kendaraan untuk ribuan jema’ah dari satu tempat ke tempat lain pada waktu
tertentu. Akibatnya Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun haji terlewat.
Walhasil haji jema’ahnya tidak sah. [3]
No comments:
Post a Comment